ULASANFAKTA.COM, JAKARTA - Palu
adalah ibukota provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Kota Palu yang terkenal dengan sebutan “Negeri 5 Dimensi” ini mempunyai banyak cerita. Kementerian Keuangan hadir untuk melayani masyarakat di seluruh Indonesia, tak terkecuali di bumi Sulteng, salah satunya adalah instansi bea cukai dengan Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) tipe madya Pabean C Pantoloan sebagai perwakilannya, Jakarta, Sabtu, (20/7/2024).
Dalam wawancaranya dengan tim MK+, Kepala KPPBC Pantoloan, Krisna Wardana mengatakan wilayah kerja KPPBC Pantoloan ini sangatlah luas. “Ini sebetulnya seluruh wilayah Sulawesi Tengah, kecuali Luwuk dan Morowali. Saya membawahi ada 7 kabupaten kota di sini, mulai dari kota Palu sendiri, kemudian Donggala, Parigi, Sigi, kemudian Tolitoli dan Buol. Itu wilayahnya kurang lebih 35.000km2, mungkin seluas Jawa Timur kali ya. Tapi ini hanya diawasi oleh satu kantor pelayanan tipe C di BC. Tapi itu merupakan satu hal yang harus saya lakukan dengan penugasan di sini,” ujarnya.
Dengan wilayah kerja yang cukup luas, Krisna, sapaannya, memiliki 33 anggota, 4 orang kepala seksi, 9 fungsional, dan 19 pelaksana, yang membantu melaksanakan tugasnya. Suatu tantangan tersendiri bagi Krisna untuk bisa memanfaatkan anggotanya secara efektif. Bayangkan saja, untuk ke Buol butuh 15 jam perjalanan dari kantor, dan untuk ke daerah Parigi atau Sigi dan sekitarnya butuh waktu 4 sampai 5 jam. Krisna menggunakan taktik meletakkan informan-informan terpercayanya di daerah yang sulit dan jauh dan itu cukup membantu anggotanya dalam melakukan pengawasan.
Sedangkan untuk ekspor impor hanya ada di dua tempat yaitu di Pelabuhan Pantoloan dan Pasang Kayu. Uniknya, Pasang Kayu adalah wilayah yang masuk ke Sulawesi Barat. “Itu sedikit berbeda karena di Sulawesi Barat hanya ada kantor BC Pare Pare dan jarak dari Pasang Kayu ke Pare-Pare mungkin sekitar 8 jam sedangkan ke Pantoloan hanya 3 jam sehingga pengguna jasa di Pasang Kayu memilih untuk dilayani oleh BC Pantoloan. Kebetulan di sana ada ekspor CPO sehingga itu menjadi salah satu penerimaan kita buat BC Pantoloan,” terang Krishna yang sebelumnya mengemban tugas di daerah Bogor itu.
Sama halnya dengan daerah lainnya, di Sulteng sendiri ada dua pelanggaran yang sangat masif terjadi yaitu cukai hasil tembakau rokok serta narkotika. Krishna tegas memberikan arahan pada anggotanya untuk zero telorance terhadap semua pelanggaran tersebut. “Di sini banyak sekali beredar rokok polos dan rokok saltuk (salah peruntukan) dan salson (salah personalisasi),” ucapnya.
Untuk narkotika sendiri, Sulawesi Tengah menduduki urutan ke-empat dalam hal tingkat pelanggaran dan penggunaan narkotika di Indonesia. Jika dilihat posisi Sulawesi Tengah yang tidak berbatasan langsung dengan wilayah luar negeri menjadi hal yang tak terduga dengan tingginya tingkat pelanggaran narkotikanya. “Tapi kami Alhamdulillah teman-teman di unit pengawasan-penindakan bisa melakukan penindakan sampai 7 kali di tahun ini saja, tahun 2024. Dan itu suatu prestasi yang membanggakan menurut saya. Kinerja dengan anggota penindakan dan pengawasan yang mungkin hanya 7 orang, tapi kita bisa melakukan tindakan dengan baik terhadap narkotika,” kata Krishna dengan bangga.**
Baca berita lainnya di Google News